Apa sih yang dikejar? : Pencarian validasi gen Z gak ada habisnya!
apa-sih-yang-dikejar--pencarian-validasi-gen-z-gak-ada-habisnya

Apa sih yang dikejar? : Pencarian validasi gen Z gak ada habisnya!

Sebagai generasi yang  tumbuh di era digital dan serba instan, berbagai opini dan gaya hidup yang dipertunjukkan pada konten media sosial sedikit banyak menjadi inspirasi, bahkan acuan hidup kita. Cara berpenampilan, pergaulan, pencapaian, bahkan pandangan politik menekan dan membentuk kita untuk menuruti apa yang kesannya umum dan sudah harusnya terjadi atau disepakati. Setiap orang seperti dituntut untuk memiliki fase hidup yang sama. Ketika orang lain sudah sampai di titik tertentu dan kita belum, kita bisa merasa tertinggal dan gagal. Akibatnya, media sosial yang harusnya bisa bermanfaat secara positif bagi pengembangan diri malah disalahgunakan menjadi media untuk mengejar pengakuan atau validasi demi diterima di lingkungan, bagaimanapun caranya. 


Mungkin kita sampai memaksakan diri untuk mengikuti gaya hidup mewah para influencer agar diakui di lingkungan pertemanan. Berlomba-lomba membeli barang mewah, mengedit foto, dan bahkan sampai menggunakan pinjaman online agar kita diterima dalam pertemanan dan feeds Instagram kita terlihat cantik. Kita menjadi sedih dan merasa kurang percaya diri ketika konten yang kita unggah tidak mendapatkan likes sebanyak yang kita bayangkan. Bahkan, prestasi orang lain bisa kita salahartikan sebagai ajang pamer dan akhirnya berkompetisi untuk saling bersaing secara tidak sehat. Berbagi dan beradu kesulitan hidup juga sampai digunakan untuk mendapat validasi eksternal. Memang, didukung dan divalidasi dapat menyenangkan hati, tetapi apakah hal ini tepat jika dilakukan terus menerus dan kita jadi menggantungkan hidup kita pada opini orang lain? 


Sebenarnya, apa sih yang kita kejar? Memangnya, sampai kapankah validasi tersebut dapat bertahan? Apakah dampak yang bisa diberikan oleh validasi eksternal bagi diri kita sebagai anak muda? Apakah ada cara yang bisa dilakukan untuk kembali memaknai diri tanpa perlu pengakuan dari orang lain? Mari kita belajar dan berefleksi bersama!




Dampak validasi eksternal bagi persepsi dan citra diri anak muda

Validasi eksternal dapat dikatakan sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, pengakuan atau penerimaan orang lain bisa memberikan dampak positif yang membantu kita untuk belajar berinteraksi dan berkolaborasi dengan orang lain. Namun di sisi lainnya, apabila kita memaknainya dengan keliru, hal ini bisa menjadi tidak sehat bagi kesehatan mental kita. Yuk kita simak satu persatu!

Dampak positif

  • Meningkatkan kepercayaan diri

Kepercayaan diri seseorang akan meningkatk ketika ia mengalami pengalaman yang positif dan merasakan keberhasilan. Oleh karena itu, validasi, pujian, atau dukungan atas usaha dan pencapaian kita sangatlah mendukung  kita dan menjadi kekuatan bagi kita. 

  • Membuat kita merasa berdaya dan bangga dengan diri sendiri

Selain kepercayaan diri, pujian, validasi, dan dukungan juga menanamkan nilai bahwa kita mampu melakukan hal-hal baik yang berguna bagi orang lain

  • Membantu kita membangun koneksi dan merasa terkoneksi dengan orang lain 

Validasi eksternal yang kita terima atau yang kita berikan pada orang lain dapat mempermudah kita merasa terkoneksi dengan orang lain. Hal ini seperti membentuk rasa percaya akan satu sama lain dan melatih kita untuk membangun relasi positif dengan orang lain


Dampak negatif

  • Menurunkan kepercayaan diri

Sayangnya, tidak semua pekerjaan kita akan diapresiasi. Tidak semua pencapaian kita akan diberikan pujian, tidak semua orang akan menyukai penampilan dan cara kerja kita – bahkan akan ada yang mencuri hasil kerja kita. Padahal, apa yang orang lain katakan belum tentu benar. Pujian yang diberikan oleh orang lain belum tentu diberikan secara tulus. Kritik atau protes dari orang lain juga belum tentu disampaikan karena kita salah. Ada banyak motif yang bisa menjadi dasar perkataan orang lain terhadap kita dan belum tentu itu semua benar. Kepercayaan diri yang hanya terbentuk berdasarkan perkataan orang lain atau validasi eksternal ini akan mudah runtuh juga akibat perkataan dan pengabaian orang lain. 

  • Membentuk kita menjadi “people pleaser”

Ketika apa yang orang katakan menjadi prioritas kita, maka kita akan cenderung menutup diri, menyimpan opini dan kemampuan kita demi menyenangkan orang lain. Ketika orang lain itupun masih belum puas dengan apa yang kita lakukan, kita akan kelelahan dan tidak akan merasa cukup baik atas apapun. Bisa jadi kita akan terus berusaha ‘menyenangkan orang lain’ yang membuat diri kita semakin merasa tidak puas. 

Mungkin kita menghabiskan waktu mengasihani diri karena tidak menjadi karyawan “terbaik” di kantor atau kita sibuk membuktikan diri pada rekan yang mengkritik kita. Ketika kita tidak bisa memenuhi ekspektasi mereka, rasa cemas dan tertekan dapat  muncul serta mengganggu kesejahteraan mental kita




Tips mencintai diri tanpa perlu validasi orang lain!

Kalau begitu, bagaimana caranya agar kita bisa merasa cukup dan bangga akan apa yang sudah kita usahakan? Bagaimana tetap bisa menghargai dan memaknai diri meskipun tidak divalidasi dan didukung orang lain? Berikut tipsnya!

  • Belajarlah mengasihi diri sendiri dan perlakukan diri dengan baik

Jangan bersikap terlalu keras pada diri sendiri. Jangan menghukum diri ketika kamu berbuat kesalahan atau merasa kurang baik, melainkan belajarlah untuk menerima apa yang kamu rasakan. Mulailah berpikir untuk melakukan perbaikan, dibanding menyesali apa yang sudah terjadi

  • Beri penghargaan bagi diri sendiri

Apapun hasil yang kamu terima dari yang sudah kamu usahakan, berilah dirimu apresiasi karena sudah berusaha sebaik mungkin dan tidak menyerah. Jadikan kekurangan sebagai bahan evaluasi dan pembelajaran. 

  • Ketahuilah nilai-nilai inti dari dirimu

Apakah kamu orang yang berintegritas, berempati, atau teratur? Carilah nilai pribadi atau apa yang penting bagimu , bukan dari sekitarmu. Dengan demikian kamu jadi tahu apa yang ingin kamu capai dan apakah yang kamu lakukan sekarang sedang menuju ke arah tersebut

  • Istirahat dari media sosial

Luangkan waktu jauh dari media sosial untuk menjaga kesehatan mental dan mengurangi tekanan sosial. Terkadang, lebih baik kita tidak tahu apa yang menjadi pencapaian orang lain agar kita tidak membandingkan diri dengan mereka.



Validasi eksternal tentu berguna bagi pengembangan diri dan koneksi. Namun, hal ini bisa juga menjadi tidak sehat ketika kita sudah sepenuhnya menggantungkan persepsi dan nilai diri berdasarkan  opini orang lain. Validasi eksternal tidak bisa bermanfaat dengan baik apabila tidak dibarengi dengan validasi internal. Perlakukan dirimu dengan baik, apresiasi dan beri istirahat pada waktunya, serta hargailah setiap usahamu agar kamu bisa merasa utuh sepenuhnya. Dengan demikian, kesehatan mentalmu akan terjaga dan potensi terbaikmu dapat terwujud  dengan maksimal. Apabila kamu memiliki masalah kepercayaan diri atau gangguan kesehatan mental lainnya, jangan ragu untuk menghubungi Grome.id agar kamu mendapatkan penanganan yang tepat