30 achievements before 30? In this economy? Gak mungkin!
30-achievements-before-30-in-this-economy-gak-mungkin

30 achievements before 30? In this economy? Gak mungkin!

“Kamu umur segini udah punya apa aja?” 
Kadang kalimat ini gak muncul dari orang lain, tapi justru dari pikiran kita sendiri—setelah nonton konten dari berbagai influencer yang terlihat “udah jauh banget” pencapaiannya.

Mereka bilang umur 25 harus udah punya tabungan sekian juta supaya bisa nikmatin hidup atau minimal punya side hustle biar punya double income. Gak salah sih punya target. Tapi, sadar gak sadar, “standar-standar tiktok” kayak gini yang bikin banyak dari kita jadi ngerasa insecure. Kayak... “Lah, kok hidup gue standar banget ya?”



Fenomena ini sering disebut sebagai efek highlight reel — di mana yang kita lihat cuma sisi terbaik hidup orang lain tanpa tahu apa yang mereka perjuangkan atau yang mereka sudah punya di balik layar. Parahnya, kita jadi bandingin hidup kita yang masih “berproses” sama hidup orang lain. Hasilnya? Muncul overthinking yang berujung pada kecemasan.

Yang sering gak kita sadari itu, setiap orang punya starting point yang beda-beda. Ada yang lahir di keluarga cukup, bisa sekolah tinggi tanpa mikirin biaya, bisa punya rumah sebelum usia 30 tahun karena nggak punya tanggungan. Ada juga yang harus berusaha lebih keras dari yang lain karena gak punya privilege. Ada yang harus kerja tanpa bisa nikmatin hasilnya karena harus membiayai kebutuhan rumah. Background kita beda. Pola asuh beda. Ekonomi juga beda. Tapi kenapa kita maksa diri buat punya pencapaian yang sama?

Alih-alih termotivasi, standar media sosial ini malah bikin kita takut ngambil langkah. Takut gagal. Takut gak sesuai ekspektasi. Akhirnya, kita jadi stuck di satu titik dan sibuk mikir, “Kenapa aku belum kayak mereka ya?” Kenapa, kenapa, dan kenapa… Padahal yang lebih penting adalah... “Apa yang bisa aku lakuin sekarang buat jadi versi terbaik diriku sendiri?”


Biar Gak Terlalu Kepikiran, Cobain Tips Ini:

  • Be Mindful.
Hadirlah bagi dirimu saat ini. Belajar untuk tidak menghakimi apa yang kamu pikirkan, rasakan, alami, atau jalani. Rasakan apa yang sedang dirasakan oleh inderamu saat ini. Bukan kemarin, bukan nanti, tapi saat ini. Belajar untuk mindful bisa bantu kamu gak overthinking dan jalanin hidup lebih tenang

  • Kurangi scroll medsos berlebihan.
Gak semua yang kamu lihat di reel itu real. Ambil jarak sebentar dari media sosial bisa bantu kamu lebih fokus sama pengembangan diri kamu sendiri. Pakai waktu luang untuk lebih kenal sama diri kamu dan apa yang kamu mau. Bukan untuk bandingin diri sama orang lain. 

  • Kenalan sama rasa cemas, jangan dilawan.
Cemas itu emosi penting dalam diri kita. Tapi kalau gak dikelola, kadang dia bisa kebablasan. Untuk tahu cara mengelolanya, kamu perlu kenalan sama dia, bukan ditolak atau dialihkan. Kenalan dengan cemas akan terasa lebih mudah kalau ada temannya. Di sinilah EASE hadir. Di tengah tekanan sosial dan isu ekonomi yang gak ada habisnya, EASE ngajak kamu buat gak perlu “bebas dari cemas”, tapi belajar hidup bersama cemas. Bersama EASE, cemas gak lagi jadi menakutkan. 


Jadi, hidup tenang itu bukan karena yang yang banyak atau pencapaian yang fantastis di usia muda. Ya, tentu akan sangat baik kalau kita bisa dapatkan itu, tapi hidup tenang yang sesungguhnya adalah ketika kamu bisa menikmati setiap perjalanan hidupmu dengan hati yang lapang dan damai. Mulailah perjalanan menerima cemasmu bersama EASE, sebuah program digital self-help yang membantu kamu menghadapi kecemasan sehari-hari, dari overthinking sampai panic attack.


Ditulis oleh

Maria Grace, S.Psi