Post-Power Syndrome : Pensiunan rentan kena nih!
post-power-syndrome--pensiunan-rentan-kena-nih

Post-Power Syndrome : Pensiunan rentan kena nih!

Menjalani hidup tanpa kesibukan rutinitas tampaknya menarik bagi setiap kita ya, Gromers! Dapat bangun tidur sesuka hati dan membuka hari dengan bersantai di teras rumah sambil menikmati udara segar tanpa harus diburu waktu menjadi bayangan yang menyenangkan bagi kita yang masih dalam usia produktif. Hanya saja, hidup sebagai seorang pensiunan menimbulkan emosi yang beragam dan tidak selalu positif. Ada yang merasa lega karena pada akhirnya bisa beristirahat dan benar-benar menikmati hidup. Namun, tidak sedikit yang merasa cemas, kesepian, dan bahkan merasa tidak berdaya karena hilangnya interaksi dan fungsi sosial, jabatan, dan rutinitas harian. Kondisi ini dapat berujung menjadi post-power syndrome atau bisa disebut juga sebagai retirement syndrome


Memang, post-power syndrome sendiri identik dialami oleh para lansia, namun ternyata siapa saja bisa mengalami sindrom ini, antara lain orang yang mengalami PHK, publik figur yang kehilangan ketenaran, atau pekerja yang jatuh sakit sehingga harus berhenti bekerja secara total. Kehidupan yang berubah total memerlukan proses adaptasi yang berbeda-beda bagi setiap orang. Adaptasi ini tidak hanya dialami oleh individu dengan kondisi post-power syndrome, tetapi juga oleh orang-orang di sekitarnya. Ada berbagai tantangan yang akan dihadapi oleh kedua belah pihak. Yuk mari sama-sama kita bahas lebih lanjut!


Apa itu post-power syndrome? 

Post-power syndrome didefinisikan sebagai kondisi psikologis yang ditunjukkan dengan adanya perasaan kehilangan, kesepian, tidak percaya diri, dan depresi akibat hilangnya pekerjaan atau status sosial yang menyebabkan transisi drastis pada gaya hidup dan keseharian. 


Meskipun dapat dialami siapa saja, mengapa kondisi ini lebih rentan pada lansia? Penurunan fungsi fisik dan kognitif jelas rentan terjadi pada lansia. Kondisi ini dapat memperburuk perasaan krisis identitas pada penderitanya. Lansia juga paling rentan terhadap penyakit kronis sehingga kemungkinan berhenti kerja secara mendadak juga paling besar kemungkinannya. Terakhir, lansia kemungkinan besar memiliki lingkup pertemanan yang lebih kecil. Berhenti kerja semakin memperkecil kesempatan lansia berinteraksi dan memperbesar kemungkinan munculnya perasaan kesepian


Gejala sindrom ini berbeda-beda pada setiap individu. Lalu, bagaimana kita dapat mengetahui atau mendeteksi keluarga apakah orang tuamu mengalami kondisi ini? Berikut tanda yang dapat kamu perhatikan!

  • Perasaan sedih, cemas, dan depresi

  • Hilangnya motivasi dan minat untuk beraktivitas

  • Merasa kelelahan dan mudah tersinggung

  • Berubahnya pola makan dan tidur

  • Mengisolasi diri dari lingkungan sosial

  • Ketergantungan pada anak atau keluarga

  • Perubahan perilaku, seperti menjadi pendiam atau terus menerus membicarakan masa jayanya

  • Keinginan untuk mengakhiri hidup




Dampak yang dialami individu dengan post-power syndrome

Perubahan drastis dalam kehidupan, terutama secara rutinitas pasti berdampak besar bagi para orang tuamu yang mengalami post-power syndrome, baik secara jasmani, mental, maupun kehidupan sosial. Mari kita simak bersama!

  1. Jasmani
    Perubahan gaya hidup akan mempengaruhi pola makan, tidur, dan kebiasaan berolahraga. Orang tuamu yang sudah tidak lagi menjalani rutinitasnya seperti biasa cenderung lupa jam, hari, dan tanggal sehingga jadwal makan, tidur, dan aktivitas lainnya pun tidak tersusun seperti biasanya

  2. Psikologis
    Hilangnya identitas, jabatan, atau bahkan rutinitas secara keseluruhan dapat berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis orang tuamu. Perasaan cemas, sedih, marah, depresi tidak percaya diri, kesepian, dan merasa tidak berdaya dapat menurunkan tingkat kepuasan hidup.

  3. Kehidupan sosial
    Orang tua yang biasanya aktif berkegiatan dalam kesehariannya pasti bertemu banyak orang, mengurus ini itu baik terkait pekerjaan maupun kehidupan sosial pribadi. Ketika pensiun atau mengalami kondisi yang menghambat aktivitas, individu akan mengalami kesepian karena keluarga atau teman masih sibuk, kesulitan untuk merasa “relate” dengan orang lain, dan merasa tidak berdaya tanpa status/jabatan sehingga tidak percaya diri untuk berkumpul dengan orang lain. 


Dampak yang dialami oleh keluarga individu dengan post power syndrome

Keluarga sebagai orang terdekat dari individu yang mengalami sindrom ini otomatis menjadi bagian yang paling besar mengalami dampaknya. Penyesuaian yang dilakukan oleh orang tuamu juga perlu dilakukan oleh anggota keluarga lainnya. Apa saja dampaknya? Berikut uraiannya!

  1. Terbatasnya aktivitas pribadi
    Ketergantungan orang tua dengan post-power syndrome pada anggota keluarganya dapat menyebabkan terbatasnya waktu untuk menjalankan aktivitas pribadi. Anggota keluarga, khususnya anak perlu menyediakan waktu lebih sering untuk mengunjungi orang tua mereka yang sudah pensiun. Bagi yang anggota keluarganya berhenti kerja karena sakit, mereka harus menyediakan waktu untuk mengurus atau menjenguk.

  2. Kesejahteraan emosional menurun
    Kecemasan dan depresi, hilangnya minat melakukan sesuatu, menyendiri, dan sikap agresif yang muncul pada individu dengan post-power syndrome dapat mempengaruhi proses komunikasi dan interaksi dengan anggota keluarga. Keluarga seringkali merasa bingung dengan apa yang dibutuhkan oleh para orang tua dengan post-power syndrome ini. Apabila berlangsung pada jangka waktu yang panjang tanpa penanganan yang tepat dari profesional, keluarga akan merasa lelah dan jenuh yang pada akhirnya akan menimbulkan ketegangan di tengah keluarga.



Tips menghadapi individu dengan post-power syndrome

Menghadapi anggota keluarga yang mengalami post-power syndrome membutuhkan kesabaran ekstra karena pada masa inilah orang tua atau anggota keluarga akan menunjukkan ketergantungannya. Tentunya, ada tips dan trik yang bisa kamu lakukan untuk menangani individu dengan post-power syndrome agar kesejahteraan mental kamu dan individu dalam kondisi ini dapat tetap terjaga, antara lain:

  1. Coba pahami perasaan orang tua dalam menghadapi situasi baru yang tidak mudah
    Sikap orang tua atau individu dengan post-power syndrome yang manja, kekanak-kanakan, dan emosional seringkali dinilai terlalu berlebihan. Padahal, rasa gelisah dan kesepian yang mereka alami karena hilangnya rutinitas merupakan perasaan yang tidak nyaman sehingga mereka membutuhkan orang untuk memperhatikan dan tempat untuk berbagi cerita. Cobalah untuk memiliki empati dan memahami bahwa perubahan drastis pasti menimbulkan ketidaknyamanan bagi siapapun. Berikan apresiasi atau kerja keras mereka selama ini dan pengertian pada mereka karena dukungan dari orang terdekat dapat menjadi semangat yang baru bagi mereka

  2. Ajak atau libatkan orang tua melakukan kegiatan produktif
    Dibandingkan berada di rumah, orang yang sudah terbiasa bekerja selama bertahun-tahun pasti lebih suka berkegiatan di luar rumah. Agar orang tuamu tidak merasa kesepian dan tidak produktif, ajaklah melakukan kegiatan yang berguna bagi kesehatan fisik dan mental, seperti berkebun, olahraga, memasak, atau bahkan menemukan hobi baru seperti merajut, menjahit, melukis, dan sebagainya. Dengan aktivitas seperti ini, ia akan merasa lebih semangat dan keberhargaan dirinya akan meningkat. 

  3. Konsultasi ke psikolog
    Apabila gejala atau tanda post-power syndrome yang dialami oleh orang tuamu sudah parah dan kamu memiliki kesulitan untuk menghadapi situasi ini dengan tepat, janganlah ragu untuk melakukan konsultasi dengan profesional, seperti psikolog. Dengan demikian, penanganan yang dilakukan tepat sasaran dan dapat meringankan juga tantangan yang kamu hadapi agar kamu dan orang tuamu dapat tetap sehat secara mental


Mengurus orang tua yang mengalami post-power syndrome memang penuh tantangan dan membutuhkan kesabaran serta adaptasi yang cepat. Di balik sikap ketergantungan mereka, tersimpan perasaan cemas, sedih, dan kurang percaya diri yang perlu kita pahami dengan empati. Oleh karena itu, mari kita syukuri setiap usaha yang telah dan akan dilakukan untuk mendukung mereka melewati fase ini. Untuk pembahasan lebih lengkap mengenai post-power syndrome, kamu dapat mendengarkannya di sini. Tetap semangat dan selamat berproses!