Jijik : Emosi ini Perannya Apa?
jijik--emosi-ini-perannya-apa

Jijik : Emosi ini Perannya Apa?

Gromers, masih ingat masa awal pandemi Covid-19? Di seluruh penjuru dunia, orang-orang tiba-tiba memiliki kebiasaan baru yang seragam: menjaga kebersihan secara ekstra. Dalam sehari, kita bisa mencuci tangan lebih dari 10 kali, rutin mengganti masker, membersihkan tubuh dari debu atau cairan, hingga menghindari kontak fisik yang berpotensi menularkan virus. Bahkan, jika ada seseorang yang batuk atau bersin tanpa menutup mulut, atau tidak mencuci tangan, secara refleks kita akan menjauh dan merasa tidak nyaman—bahkan jijik.

Respons tersebut adalah salah satu bentuk ekspresi dari emosi yang disebut disgust atau rasa jijik. Menariknya, emosi ini tidak hanya muncul ketika kita berhadapan dengan hal-hal kotor atau menjijikkan secara fisik. Kita juga bisa merasa jijik terhadap perilaku, pola pikir, atau preferensi orang lain—terutama jika hal tersebut tidak sesuai dengan nilai atau norma yang kita yakini. Ini adalah bagian dari mekanisme pertahanan diri, baik secara fisik, psikologis, maupun moral. Ternyata, rasa jijik punya peran penting dalam hidup kita, ya!

Coba baca artikel ini dan temukan fakta menarik lainnya mengenai emosi ini!

Apa itu disgust?

Disgust atau rasa jijik adalah emosi yang muncul sebagai reaksi penolakan terhadap objek, perilaku, atau situasi yang dianggap tidak sesuai dengan preferensi atau nilai yang kita miliki. Emosi ini seringkali disertai dengan sensasi fisik seperti mual atau dorongan untuk menjauh.

Disgust juga berfungsi sebagai perlindungan—misalnya terhadap makanan yang basi, kotoran, sumber penyakit, atau bahkan tindakan yang membahayakan diri kita. Dengan kata lain, rasa jijik adalah bagian dari sistem alarm tubuh untuk menjaga kita tetap aman.



Physical Disgust vs Moral Disgust

Dalam psikologi, rasa jijik dikategorikan menjadi dua jenis utama:

  • Physical Disgust
Ini adalah bentuk rasa jijik yang paling dasar dan berhubungan langsung dengan perlindungan fisik tubuh. Misalnya, kita merasa mual saat mencium bau busuk atau melihat sesuatu yang menjijikkan. Reaksi ini membantu mencegah kita mengonsumsi atau bersentuhan dengan hal-hal berbahaya. 

  • Moral Disgust 
Ini adalah bentuk yang lebih kompleks, berkembang dari physical disgust. Moral disgust muncul saat kita menyaksikan atau mengetahui tindakan yang dianggap tidak bermoral atau menyimpang, seperti pelecehan seksual, korupsi, diskriminasi, atau kekerasan. Meskipun tidak selalu melibatkan ancaman fisik langsung, rasa jijik ini tetap berfungsi sebagai mekanisme pertahanan terhadap pelanggaran nilai sosial dan etika.


Fakta menarik tentang emosi jijik? 

Pernah sadar gak, kalau emosi jijik sering divisualisasikan dengan warna hijau? Saat kita membayangkan sesuatu yang menjijikkan, otak kita cenderung memvisualisasikannya dengan warna hijau—entah itu lendir, cairan, atau makanan basi. Kira-kira kenapa ya warna hijau dipakai untuk menggambarkan emosi ini? 

Warna hijau banyak diasosiasikan dengan pertumbuhan, pembaharuan, dan kesejahteraan. Banyak produk, mulai dari bahan organik, makanan sehat, sampai makanan cepat saji yang menggunakan warna hijau pada logo mereka untuk memberikan kesan alami dan sejahtera. 

Dalam konteks emosi, warna hijau diharapkan bisa merepresentasikan sensitivitas emosi jijik dalam membedakan mana yang sehat dan layak diterima, serta mana yang membahayakan dan harus ditolak oleh seseorang demi keselamatan dan kesejahteraan mentalnya.


Wah Gromers, ternyata rasa jijik bukan hanya sekadar reaksi spontan terhadap hal kotor, ya! Ia adalah bagian penting dari sistem pertahanan diri manusia—baik dalam menjaga tubuh dari ancaman fisik, maupun menjaga nilai moral dalam kehidupan sosial. Dengan memahami emosi ini, kita bisa lebih bijak dalam merespons situasi sehari-hari, serta mengenali bagaimana emosi bekerja untuk melindungi dan membentuk perilaku kita.